Hai saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air dimana pun kalian berada, Saya akhir-akhir ini ketar ketir mengenai pemberitaan media ...

Potret Mirisnya Etika Pertumbuhan Era Digital dan Media Sosial



Hai saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air dimana pun kalian berada, Saya akhir-akhir ini ketar ketir mengenai pemberitaan media sosial yang kian lama kian memicu emosi saja. Saya lahir di tahun 90an, tumbuh dan berkembang di era milinium, dan sekarang saya berumur 21 tahun.

Saya beruntung saya hidup dan merasakan perkembangan zaman yang begitu sangat pesatnya. Saya akan membagi sedikit cerita tentang potret kehidupan saya dan juga teman-teman saya yang lahir di era 90an. Saya masuk SD pada tahun 2000 saat umur saya 5 tahun. Di masa itu, saya merasa hidup saya bahagia sekali tanpa gadget. Saya sibuk menabung untuk membeli mainan yang isinya stiker pokemon yang nantinya harus dikumpulkan sampai 1 buku penuh dan nantinya bisa ditukar dengan 1 buah nitendo atau game tangan. Saya juga punya 1 plastik penuh mainan boneka pasang, 2 binder full dengan kertas cantik gambar princess dan disney yang saya kumpulkan untuk di tukar dengan teman-teman saya di kelas. Untuk saling menjalin hubungan, saya mempunyai buku diary teman-teman yang saya putar keliling 1 kelas agar teman-teman saya dapat menulis biodatanya di buku itu (Sampai sekarang buku nya masih ada dan saya sering senyum-senyum sendiri dengan kepolasan kami semua). Pada era saya dulu, saya di paksa untuk membuka berbagai macam sumber buku untuk mencari jawaban tanggal berapakah pahlawan Patimura wafat. Saya juga harus mati-matian mencari kalkulator yang disembunyikan orang tua saya saat ingin mengerjakan PR matematika, alhasil saya harus menghitung manual menggunakan kertas corat coret banyak sekali. Dari kertas itu lah saya perlahan-lahan menggali potensi saya untuk menggambar (karena bosen hitung-hitungan dan ga di kasih kalkulator hihihi).

Dan biasanya sepulang sekolah saya buru-buru mengerjakan pr agar bisa bermain dengan teman-teman kompleks. Dan kalau hujan, saya butuh tenaga ekstra untuk membujuk orang tua saya agar saya bisa bermain hujan, sendiri pun tak jadi masalah.

Setelah saya naik ke tingkat SMP, dengan uang tabungan saya sendiri, tanpa bantuan dari orang tua saya, saya membeli hape cina murah yang saat itu mahal tentunya. Hape ini tanpa aplikasi lengkap. Jadi kebanyakan saya cuma bisa sms dan mendengarkan radio. Lalu saya naik ke kelas 2 smp dimana saya patungan dengan orang tua saya untuk membeli laptop kecil yang saya gunakan untuk tugas sekolah dan mainan pico di facebook. Disini saya mulai mengenal friendster. Ini adalah sosial media pertama saya. Nah ini loh yang membuat saya bingung, sosial media jaman dulu dan jaman now kok beda ya rasanya. Dulu itu saya berlomba-lomba menghapal kode html untuk menghias halaman facebook, dan berkiriman pesan positive di wall teman-teman saya.

Saat naik ke tingkat SMA, saya mulai mempunyai smartphone, disini lah saya mulai mengenal facebook, bbm, dan juga whatsapp. Dan saya rasa saat itulah saat pertama kali semua sosial media booming. Semua biasa-biasa aja, ga ada hoax yang bertaburan dimana-mana, tidak ada fitnah-fitnah, semua masih bisa dikatakan "TENANG"

Saya mulai merasakan kuatnya hempasan era digital dan media sosial di tahun 2013 keatas hingga sekarang. Bayangkan, jangankan anak SD, balita pun sudah akrab dengan gadget. Dan anak SD sibuk mainan musically, upload ini itu di facebook, instagram, bahkan ada yang memulai youtube channel. 
Jaman sekarang anak-anak lebih heboh beli pulsa dan paket internet dibanding dengan membeli majalah mingguan bobo (dulu saya selalu langganan, sampe penuh banget di gudang).
Jaman sekarang anak-anak lebih sibuk bermain pokemon go di gadget mereka ketimbang membaca komiknya.
Jaman sekarang kalau tidak bisa jawab soal tinggal googling, lama-lama penerbit buku bisa bangkrut.
Jaman skearang apa-apa hape, internet, kuota, facebook, dan eksis.

BAYANGKAN SAUDARA-SAUDARA...
Era digital dan Media Sosial adalah suatu portal yang sangat besar, dan dengan gampangnya dapat diakses siapa saja termasuk anak-anak dibawah umur.
Bagi saya, mengizinkan anak-anak dibawah umum bermain sosial media sama saja membiarkan anak-anak tersebut mengemudikan sebuah truk. Yaps, berbahaya dan membahayakan.

Kita saja sebagai masyarakat berbadan hukum (mempunyai KTP) masih sering salah menggunakan sosial media, misalnya dengan seenak jidat memvideoin orang yang pada akhirnya berbuntut panjang, memasang foto mesra dengan suami orang, mencaci maki agama orang lain, memprovokasi, dan berbagai jenis lainnya.

Sedih saya melihat perkembangan era digital membawa dampak buruk di Indonesia (walaupun ada juga dampak baik, cuma untuk postingan kali ini saya akan membahas sisi negatifnya). Sadar atau tidak, munculnya badai sosial media membuat tingkat kriminalitas meningkat, mulai dari pencemaran nama baik, pedophile, dan kasus tipu tipu jual beli online. Saya sedih dengan kenyataan dimana orang-orang memanfaatkan media sosial tanpa tahu aturan.
Apa memang tidak ada aturannya?
Kok bisa?
Sosial media itu luas sekali, lebih luas dari dunia nyata. Jika di dunia nyata kalian mesti memakai visa untuk kemana-mana, dengan sosial media, kalian bisa ke korea utara dalam hitungan menit.
Nah, mengapa portal yang begitu besar ini malah tidak memiliki aturan?

Jika seperti ini, apakah lebih baik jika Indonesia menjadi negara yang tertinggal budaya digital daripada menjadi bangsa yang tidak beretika karena era digital?

  

2 comments:

*) Postingan ini di khususkan untuk wanita Indonesia yang berpikiran kalau pacaran sama bule itu enak. Jadi postingan ini saya tulis dalam ...

Buat Kamu yang Selalu Bermimpi Ingin Punya Pacar Mancanegara

*) Postingan ini di khususkan untuk wanita Indonesia yang berpikiran kalau pacaran sama bule itu enak. Jadi postingan ini saya tulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik dan baper.


Dear teman-temanku terkasih, wanita Indonesia dimana pun kalian berada sekarang,
Nama saya Angelica, saya wanita asal Kalimantan Barat yang telah selesai menempuh pendidikan di kota Yogyakarta. Di kota rantau saya lah, saya bertemu dengan pasangan saya saat ini yang kebetulan berkewarganegaraan NON Indonesia. Awal pertemuan kami begitu singkat dan sederhana. Kami bertemu di salah satu mall di Yogyakarta untuk makan malam. Pasangan saya hanya beberapa hari saja di Yogyakarta sebelum akhirnya dia terbang kembali ke negara asalnya. Dari situlah hubungan kami berlanjut ke jenjang, Long Distance Relationship.
Semejak saya berhubungan dengan pasangan saya yang berasal dari negara lain, banyak sekali celotehan-celotehan yang kadang membuat saya sedikit risih. Seperti contohnya :
1. Eh, sekarang pacarnya bule ya, keren!
2. Ih enak banget ya punya pacar bule!
3. Pasti ketemuanya di dating online!
4. Eh cariin juga dong pacar bule!
5. Bule bule bule bule bule pusing pala saya....

Baiklah teman-temanku yang terkasih, sebelum saya lanjut ke cerita saya, saya berharap agar tulisan saya dibaca dengan hati yang tenang dan tanpa perasaan menghakimi. Ini adalah tulisan netral yang berdasarkan pada pengalaman saya sendiri. Saya tidak akan membandingkan, jadi mohon tulisan saya jangan di banding-bandingkan dengan pengalaman orang lain.

Untuk menanggapi celotehan-celotehan ataupun yang kadang mereka bilang "guyonan", tekadang saya cuma membalas dengan 1 kata penuh makna : hahaha.
Iya, "hahaha". Memang apa lagi yang bisa saya balas dari 1 kalimat celotehan pendek? Sebuah tulisan seperti ini? Mabok nanti yang nanya, kasian. Hmm sekarang saya mulai cerita dari mana ya agar tidak berbelit-belit?

Saya adalah lulusan sastra Inggris di Universita terkemuka di Yogyakarta. Saya memilih jurusan sastra Inggris bukan karena saya berimpian mempunyai pacar bule, melainkan bisa di baca di tulisan saya yang terdahulu. Bagi saya, apapun keputusan yang sudah saya ambil, harus saya selesaikan dengan sebaik-baiknya. Saya yang dari awal tidak bisa bahasa inggris, akan lulus sebagai lulusan yang fasih berbahasa inggris. Saya sadar hanya dengan kuliah di jurusan sastra inggris tidak akan membuat saya lancar berbicara bahasa inggris. Saya harus mencari alternative lain selain kuliah, yang memaksa saya untuk membuka mulut saya dan mengelurkan kata-kata seperti yang dilontarkan para mister bule. Akhrinya saya mendaftarkan diri sebagai freelance tourguide di salah satu cafe dan tour travel di Yogyakarta. Disanalah saya belajar banyak hal, terurama tentang percaya diri. Bekerja sebagai pemandu wisata yang kebanyak tamu bule membuat saya sangat excited, karena saya bisa mempraktekkan kemampuan bahasa inggris saya kepada orang asing yang sebenernya juga bukan native speaker. Jadi saya dan mereka sebenernya juga sama-sama orang yang belajar bahasa Inggris.
Ya benar, pada awal-awal saya bertemu dengan bule, semua muka mereka sama, ganteng dan cantik dan bau. Semakin lama saya belajar dan bertemu dengan para bule, saya menjadi banyak tahu. Saya perlahan-lahan bisa membedakan bule dari eropa, bule dari australia, bule dari UK, bule dari USA, dan bule-bule an. Saya juga semakin memahami budaya barat dan pola pikir para bule. Dan seiring saya mengerti tentang budaya barat, rasa excited saya terhadap bule menjadi kian berkurang dan membawa saya di dalam tahapan " biasa aja kalo liat bule ".

Bahkan diujung akhir dari pekerjaan saya sebagai tour guide, saya membatin bahwa saya ogah punya pacar bule. Dan malah di saat itulah saya bertemu dengan pasangan saya. Hayoloh.

Saya akan menceritakan sedikit tentang perjalanan saya dan pasangan saya selama setahunan ini. Pasangan saya mengunjungi saya kembali di Indonesia setelah 6 bulan sejak pertama kali kami bertemu face to face. Kami tidak melewati proses online dating, jadi kami bertemu dulu baru menjalin hubungan. 3 bulan setelah dia mengunjungin saya, giliran saya yang mendapat kesempatan untuk mengunjungi dia di negaranya. Nah disinilah celotehan celotehan itu semakin membuat emosi saya geger. Banyak sekali pikiran yang muncul seperti misalnya " ENAK YA PACARAN SAMA BULE BISA KE LUAR NEGERI GRATIS "
Ndas mu gratis. Tidak ada yang gratis didunia ini kecuali doa seorang ibu. Percayalah wahai teman temanku yang terkasih, ada harga yang harus dibayar dibalik itu semua.
Menjalin hubungan dengan warga negara asing, memang menyenangkan. Banyak sekali hal-hal baru yang saya dapatkan dari dia. Saya belajar banyak hal, pola pikir saya menjadi terbuka, dan saya menjadi orang yang tidak fanatik akan suatu hal. Iya, saya bangga mempunyai dia sebagai pasangan saya, namun bukan karena dia bule. Saya bangga sama dia karena dia adalah pasangan saya yang mampu menerima saya apa adanya sampai saat ini karena kebanyakan orang gagal. Saya tidak memungkiri jika pasangan saya cakep. Iya lebih cakep dari saya, seandainya dia cewek, mungkin banyak banget yang ngantri untuk jadi pacarnya. Tapi sayangnya wajah pasangan saya membuat saya kesal. Saat berlibur ke Indonesia, saya harus siap-siap makan hati dengan sikap-sikap masyarakat Indonesia yang maaf maaf saya katakan norak. Selama berlibur, saya yang harusnya menikmati kebersamaan dengan pasangan saya, malah menjadi juru foto untuk orang lain. Saya juga harus mengelus dada ketika ada ibu-ibu yang datang dan seenaknya nyubit-nyubit dan pegang-pegang pasangan saya. Bagi saya hal seperti itu bisa dianggap pelecehan.

Iya saya tahu, banyak sekali orang-orang Indonesia yang geger saat melihat bule, tapi alangkah baiknya bersikap biasa aja. Bule aja kalau liat orang asia lewat di negaranya, mereka biasa aja. Kalem bro. Nah mengapa saya komplain dengan sikap masyarakat terutama wanita-wanita dan gadis-gadis Indonesia yang seperti ini?

Karena ini akan menimbulkan permasalah baru dimana bule bule yang maniac sex memanfaatkan kesempatan ini untuk mencabuli gadis gadis Indonesia yang terlanjur tergila-gila pada semua jenis bule. Mungkin dengan menonton video ini , kalian akan lebih sadar. Tolong berhenti dan hargailah diri kalian masing-masing, kalian tanpa sadar mewakili jutaan wajah gadis-gadis Indonesia lainnya. Tidak sedikit bule yang mengira (maaf) jika wanita Indonesia adalah wanita yang gampang dirayu. Sedihnya, kita tidak bisa membantah, karena itu lah yang terjadi di sini.
( Ini beneran kalian harus tonton video ini, terutama bagi bule hunter. Klik disini. )

Balik lagi ke tujuan saya menulis postingan ini, menjalin hubungan dengan warga negara asing itu membutuhkan kesabaran tingkat tinggi, ibarat test toefl, kalian harus dapat nilai 677 agar bisa lanjut sampai ke tahap pernikahan. Salah satu hal yang memberatkan saya dan pasangan saya adalah perbedaan waktu. Kami memiliki 6 jam perbedaan waktu disaat winter dan 5 jam di saat summer. Jadi ibaratnya, dia balik kantor jam 5 sore,  di Indonesia sudah jam 10-11 malam dimana saatnya saya tidur, tapi kebanyakan saya dan dia akan melakukan video call yang membuat saya ujung-ujungnya harus tidur diatas jam 1 malam. Setelah itu dia akan tidur mungkin sekitar jam 12 malam dimana jam 6 pagi untuk indonesia. Jadi dia tidur disaat saya bangun, tapi jarang banget saya bisa bangun jam 6 ketika baru bisa tidur jam 2 malam. Iya, kalau di pikir-pikir sialnya ada di orang Indonesia karena kita hidup di masa depan (5-6 jam lebih cepat). Capek! Terutama untuk yang mesti kerja di pagi harinya. Cepet tua bok!
Udah gitu, biaya pulsa yang biasa sebulan cuma 100rb, bisa naik sampe 2x lipat karena keseringan teleponan. Dan pastinya teman teman sekitar kita akan mencibir, ih mainan hape muluk. Nahloh.
Iya, saya yang mempunyai pasangan dari luar negeri sering kali di cap sebagai phone addicted.

Saya dan pasangan saya sama sama merupakan orang yang manja dan sensitif. Dia terkadang lebih manja dari saya, jadi kami sering banget berantem. Entah itu karena baper, entah itu karena missunderstanding, entah itu gara-gara sayanya gatel pengen berantem, macem-macem. Selama menjalin hubungan, sayalah yang paling labil, sudah berkali-kali minta putus sementara dia sama sekali tidak pernah. Ini adalah salah satu poin yang membuat saya kagum dengan pasangan saya. Iya benar, ketika bule sudah sayang, maka mereka akan serius. Iya sih sama dengan orang-orang Indonesia juga, tapi susah mah di Indonesia, banyak cewek-cewek gatel, banyak pelakor. Eh maaf, kok jadi judging sih, gini teman-teman, balik lagi sih ke masing-masing orang.
Banyak juga bule-bule yang berengsek dan banyak pula cowo cowo Indonesia yang bajingan. Tapi kehidupan ibarat sebuah koin, ada dua sisi. Banyak juga bule-bule yang ingin serius, dan cowo-cowo Indonesia yang setia. Semua itu balik lagi pada diri masing-masing. Saya sampai detik ini sih ga habis pikir apa sih enaknya selingkuh? Kalau kamu selingkuh, apa bedanya kamu dengan binatang yang ehemehem sana sini?

Selingkuh, akhirnya sampai juga di topik panas ini. Yups, long distance relationship ini sensitive banget dengan isu perselingkuhan. Bayangkan saja dua insan yang menjalin kasih ribuan miles jauhnya tanpa bisa mengecek hape satu sama lain, tanpa bisa ketemu tiap hari, pasti akan mempunyai rasa jenuh dan bosan. Yang ga ldr aja banyak yang di selingkuhin, ya kan?

Terus sekarang kita pindah lagi ke topik menyenangkan dimana saya mengunjungi pasangan saya di negaranya. Teman-teman yang terkasih, menjalin hubungan dengan pasangan luar negeri itu melelahkan. Untuk bertemu saja saya menghabiskan waktu minimal 24 jam. Itupun kalau dari Jakarta. Pengalaman saya kemarin pas balik dari negara nya ke kota dimana orang tua saya tinggal, saya mengbahiskan 33 jam.
Saya berangkat jam 11 siang tanggal 19 Desember, dan baru sampai kota saya jam 8 malam tanggal 20 Desember ditambah lagi perjalanan naik mobil 3 jam ke rumah. Belum lagi pas sampai Indonesia, badan kita harus menyesuaikan diri. Kalian ga bakal bisa deh menghindari yang namanya jetlag ketika menempuh perjalanan lebih dari 30 jam. Dijamin kalian baru bisa tidur jam 3 pagi dan bangun jam 12 siang. Dan dijamin juga orang tua kalian ga bakal berhenti ngomel, jadi saran saya kunci pintu dan pake earplug. Hahaha.

Untuk para wanita Indonesia yang berpikir punya pasangan orang luar negeri itu enak karena bisa jalan-jalan keluar negeri secara gratis, begini...
Saya sangat mencintai karir saya, karena siapa sih yang ga pengen dapat gaji diatas 6 juta fresh graduate? Saya juga sudah lama ga mengunjungi keluarga saya, dan tiba-tiba saya harus berangkat jauh. Banyak sekali yang saya korbankan, karir saya, keluarga saya, kehidupan saya. Saya yakin, youtuber-youtuber yang nikah sama bule juga pasti sudah melewati masa-masa dimana mereka galau berat untuk memutuskan langkah selanjutnya untuk hubungan mereka.
Berhubungan dengan bule tidak hanya sekedar pamer kegantengan mereka atau kecantikan mereka di khalayak umum, tapi juga itu adalah pilihan terberat. Saya dan kalian sama-sama tahu, kehidupan di Indonesia jauh dibawah dari kehidupan negara Eropa. Di Indonesia, ga bisa kerja tapi asal agama sama aja udah bisa jadi gubernur, jalanan macet sana sini, orang bawa kendaraan ga ada aturannya, otomatis tingkat stress di Indonesia sangat tinggi. Bagi kita yang lahir dan besar di negara ini sih mungkin sudah kebal. Tapi apadaya saya tidak tega melihat pasangan saya yang berasal dari negara teratur, harus hidup dengan negara yang jauh dari keteraturan. Saya akhirnya memilih untuk mengalah, semua cita-cita saya dan karir saya harus saya korbankan demi kehidupan baru yang sama sekali saya tidak rencanakan.
Mungkin ada sebagian yang berpikir, bule kan mata uangnya gede, pasti kaya, jadi lu disana ga usah kerja, duduk duduk cantik aja.
HAHAHAHA. Yups, mata uang eropa memang gede, tapi biaya hidup nya gede, tapi juga jika di bandingin sama orang Indonesia, orang Eropa tetap bisa nabung lebih karena daya beli mereka lebih besar dari pada kita. Tapi itu ga membuat mereka jadi orang kaya kok. Orang kaya itu kayak Bill Gates, kayak siapa tuh artis artis itu. Hahaha. Jauh men.

Bagi saya, siapapun pasangan saya nantinya, saya harus tetap menjadi wanita yang mandiri. Ketika saya ingin memulai kehidupan baru di negeri orang, saya tidak mau hanya mengandalkan pasangan saya. Saya harus bisa bertahan hidup sendiri, saya harus bisa memulai karir yang saya bangun di Indonesia, saya harus tetap menjadi wanita yang punya pendirian.
Dan itu sulit, seberapa pintar pun kamu, lulusan terbaik endonesa, ip 4,5 atau apalah itu, tetap kalian harus bisa lancar berbahasa asing di negara masing-masing agar bisa mendapat kerja. Belajar bahasa bukan perkara 1 dua malam atau dua tiga bulan, belajar bahasa adalah proses yang di bawa seumur hidup. 

Bagi teman teman terkasih yang mungkin menonton youtuber yang kerjaannya cuma dirumah terus happy happy ngurusin anak, mungkin mereka punya cerita lain dibalik itu semua. Namun, saran saya, selagi kalian mampu berkarya dan berkarir, lakukanlah! Jangan biarkan ilmu yang ada di otak kalian mati begitu saja, karena anak anak yang cerdas lahir dari rahim ibu yang cerdas. Lagi pula, kita ga bakal tau apa yang bakal terjadi dengan pasangan kita kelak. Coba banyangin kalau tiba-tiba kalian di tinggal oleh pasangan bule kalian dimana kalian tidak bisa berbahasa sana dan tidak mempunyai kerjaan. Wah.

Last thing, ketika kalian sudah memutuskan untuk menikah dengan WNA, kalian juga harus siap kehilangan hak untuk mempunyai properti atau hal hal yang ada di indonesia dengan nama kalian (kecuali kalian membuat surat surat apa itu namanya saya lupa). Selain itu, syarat untuk menikah dengan WNA itu puanjan bener, pusing bacanya. Dan satu lagi, orang Indonesia adalah orang yang agamanya kuat sedangkan WNA kebanyakan tidak peduli soal agama, nahhhh.... Siap-siap deh denger nyir-nyiran dari keluarga dan saudara sana sini kalau ga nikah lewat agama atau adat. Jreng.

Tulisan ini adalah tulisan yang saya bagikan dengan suka cita kepada teman-teman terkasih wanita Indonesia, agar menjadi sedikit pencerahan tentang mempunyai pasangan dari luar negeri.

Sudah siapkah anda dengan culture shock?
Sudah siapkah anda travelling 20 jam ++?
Sudah siapkah anda kekurangan waktu tidur?
Sudah siapkah anda kehabisan pulsa?
Sudah siapkah anda kehilangan pekerjaan anda di Indonesia?
Sudah siapkah anda jauh dari keluarga?
Sudah siapkah anda mendengar celotehan-celotehan dari orang?
Sudah siapkah anda membagi cerita ini kepada teman-teman lainnya? Hehehe


Sekian tulisan saya kali ini, saya harap alur yang saya bawa dapat dimengerti dengan baik karena saya sadar saya bukan penulis yang baik hehehe. Mungkin kalau ada dari teman teman sekalian yang ingin berbagi kisah, boleh tulis di kolom komen, saya senang jika bisa berbagi dan curhat dengan kalian semua.

Akhir kata,
Salam pejuang cinta jarak jauh!

*) Kata salah satu dosenku, love will find the way. Hehe.


6 comments: