Ada banyak tujuan dan maksud pasangan untuk menikah. Ada yang menikah karena perjodohan, ada yang menikah karena harta, ada yang menikah kar...

Apakah Kamu Sudah Melakukan Pre-Marriage Talks Sebelum Kamu Menikah?


Ada banyak tujuan dan maksud pasangan untuk menikah. Ada yang menikah karena perjodohan, ada yang menikah karena harta, ada yang menikah karena paksaan, ada yang menikah karena usia, ada yang menikah karena tahta, dan yang paling banyak mungkin adalah yang menikah karena cinta. Pada kesempatan kali ini aku tidak akan membahas macam-macam tujuan orang menikah dan sebabnya. Setiap orang berhak memiliki alasanna masing-masing, namun terlepas dari apapun itu, sudahkah kalian membicarakan tentang Pre-Marriage Talks dengan pasangan kalian sebelum kalian menikah?

Menurut penelitianku berdasarkan jejak digital netizen Indonesia, lumayan banyak masyarakat yang tidak peduli terhadap Pre-Marriage Talks. Mereka cendrung berpikir menikah adalah salah satu tahap dalam hidup manusia yang HARUS di lewati. Jika seorang manusia tidak menikah, berarti manusia tersebut adalah manusia yang gagal. Tidak apa-apa kalua pernikahannya buruk, sering di siksa oleh pasangan, tidak punya uang untuk membeli makanan, hidup dalam kecemasan dan kegundahan. Hal-hal tersebut lebih mendingan daripada tidak menikah sama sekali. Banyak juga yang mencoba menyemangati dengan berkata, tidak apa-apa miskin, nanti setelah menikah ada rezekinya sendiri, setelah punya anak akan ada rezeki anak. 


Aku pribadi dalam postingan ini sama sekali tidak mendukung pola pikir masyarakat seperti itu. Bagaimana mungkin jika sebelum menikah kamu sudah pasrah dalam kemiskinan, tidak ada usaha dan tiba-tiba setelah menikah uang datang dengan sendirinya? Mereka menikah apa merampok bank?


Menikah secara garis besar adalah kesepakatan dua insan yang berbeda untuk hidup bersama, untuk memiliki visi dan misi bersama, untuk tetap saling menguatkan disaat suka maupun duka, dan untuk tetap setia sampai akhir hayat. Berat, memang sangat berat. Setiap pribadi manusia itu unik, tidak ada yang 100 persen sama satu sama lain, walaupun mereka terlahir kembar dalam waktu yang hampir bersamaan, dalam rahim yang sama. Menyatukan dua pribadi yang berbeda dalam satu ikatan seumur hidup tentunya akan menjadi sebuah perjalanan yang sangat panjang. Oleh karena itu siapkah kalian untuk menempuh perjalanan panjang tersebut dengan 1 orang yang sama sampai maut menjemput?


Aku rasa memutuskan untuk menikah bukan hanya sekedar dorongan hormon, dorongan orang tua dan keluarga, dan juga faktor usia. Ada banyak sekali persiapan dan hal-hal yang harus di diskusikan satu sama lain. Walaupun kalian sudah saling mengenal 10 tahun lamanya, tetap akan ada hal-hal baru lainnya yang kalian tidak tahu satu sama lain, kecuali kalian sudah hidup bersama sebelumnya. Namun kali ini aku akan membahas kultur Indonesia dimana, tinggal bersama sebelum menikah, punya anak sebelum menikah, bercinta sebelum menikah, adalah hal yang tabu dan hina.


Nah, karena alasan tabu dan hina inilah, Pre Marriage Talks merupakan hal yang sangat penting untuk dibicarakan. Berbeda dengan kultur negara lain dimana pasangan boleh tinggal bersama tanpa adanya bisik bisik busuk tetangga dan keluarga, dimana mereka memang melakukan nya sebelum memutuskan untuk menikah agar mengenal satu sama lain, di Indonesia, kita tidak bisa bertingkah seperti itu.


Lantas apa saja sih Pre Marriage Talks tersebut? Sepertinya terlalu banyak hal yang harus didiskusikan terutama jika berkaitan dengan seumur hidup. Bagaimana bisa bertanya dan mempersiapkan segalanya dalam 1 waktu untuk jangka waktu seumur hidup?


Sebenarnya tidak perlu membahas dan mempersiapkan secara rinci dari tahun ke tahun sampai kamu meningggal. Semua dimulai dari tahapan satu per satu, dan tentu saja tidak apa-apa meberikan ruang 'kejutan' dalam pernikahan.


Mulailah dengan obrolan santai dengan pasanganmu, apakah kamu merasa nyaman saat mengobrol dengannya? Apakah lelucon kalian sama? Apakah pada saat kamu bertanya dia dapat mengambil keputusan dan bukan hanya menjawab 'terserah'. Itu adalah hal-hal yang kecil yang akan berdampak besar dalam kehidupan menikah kalian. Pasanganmu adalah lawan bicaramu seumur hidup. Jika kamu tidak nyaman untuk mengobrol dan bercanda, sudah pasti nanti kehidupan menikah kalian akan menjadi rumit.


Setelah kalian berdua merasa cocok dengan obrolan-obrolan santai, cobalah untuk mengajak pasangan kalian berdiskusi tentang apapun, apakah opini kalian sama, bagaimana cara dia  mempertahankan opininya, bagaimana cara dia mengakui kalau opini dia salah, dan bagaimana cara dia menanggapi kalau pendapat kalian berbeda. Jika pada akhirnya kali berdua menemukan jalan keluar damai terlepas dari kalian setuju atau tidak dengan satu sama lain, itu sudah merupakan satu tanda yang baik.


Dalam kehidupan menikah, perdebatan merupakan salah satu makanan sehari-hari. Mulai dari hal-hal yang kecil, sampai dengan hal-hal yang besar. Jika kalian tidak bisa mengontrol emosi kalian, tidak bisa saling mengalah, dan tidak bisa saling mengakui kesalahan, mungkin kalian lebih baik memperbaiki diri kalian dulu, sebelum saling merusak satu sama lain.


Setelah hubungan kalian semakin dalam, perasaaan kalian sudah kuat satu sama lain, dan kalian sudah memikirkan kedepannya untuk hidup bersama, makan kalian bisa bertanya hal-hal yang sifatnya lebih pribadi kepada satu sama lain. Bertanya dan mengetahui hal-hal pribadi pasangan adalah hal yang wajar, agar kalian nantinya juga lebih mengerti pasangan kalian seperti apa, dan kalian bisa memberikan ruang satu sama lain nantinya tanpa ada kecemburuan dan hal-hal lainnya yang bisa dicegah dengan cara berberbicara dengan satu sama lain.


Menurutku ada beberapa hal krusial yang wajib di diskusikan dalam Pre Marriage Talks :


Finansial: Siapa yang mengelola keuangan setelah menikah?


Aku rasa mungkin hampir dari 50% keluarga indonesia akan menjawab bahwa pihak wanitalah yang mengatur keuangan dalam rumah tangga. Suami wajib memberikan 100% gajinya kepada istrinya yang tidak bekerja maupun yang bekerja. Walaupun sistem ini merupakan sistem yang banyak dianut tiap pasangan Indonesia, baiknya hal ini di bicarakan dulu dengan pasangan kalian. Ingat, manusia adalah pribadi yang unik satu sama lain. Jangan sampai menganggap kalau pasangan kalian setuju setuju saja dengan sistem ini padahal dia tidak setuju dan ujung-ujungnya malah menjadi bom waktu yang siap meledak. Menurutku, pengelolaan uang bukan soal tentang gender ataupun tentang siapa yang paling banyak mengurus rumah atau siapa yang menghasilkan uang dalam suatu keluarga. Mengelola keuangan adalah suatu keterampilan yang tidak semua orang miliki bahkan bisa saja kamu dan pasanganmu sama sama tidak pintar mengelola uang. Lantas bagaimana kalau hal itu terjadi? Kalian harus sama-sama belajar. Tidak masalah mau istri yang memegang uang atau suami yang memegang uang, ataupun mengelola uang masing-masing, asalkan rincian pengeluaran jelas dan rincian tabungan untuk masa depan jelas. Setiap orang apalagi yang bekerja, berhak atas 100% upah yang dia peroleh asalkan dia tidak lupa dengan prioritasnya.


Aku pribadi mempunyai beberapa kerabat yang uangnya dipegang 100% oleh istrinya dengan alasan, si suami tidak begitu pintar mengelola uang. Memang benar, kerabat aku ini, seorang istri yang cerdas dan pintar mengelola uang. Beliau mempunyai cacatan lengkap untuk uang tabungan, uang belanja, uang pengeluaran wajib, dll. Aku pun merasa memang keputusan yang baik sekali si suami menyerahkan keuangan rumah tangga mereka ke istirnya.


Aku juga mempunyai kerabat yang menyerahkan keuangannya pada suaminya karena memang suaminya lah yang lebih pintar mengelola uang. Itu juga keputusan yang baik.


Bagaimana dengan keuangan keluargaku? Kami merupakan tipe yang mengelola uang masing-masing dengan 1 prioritas yaitu keluarga. Maksudnya apa? Suami ku bekerja dan mempeoleh uangnya sendiri, aku juga bekerja dan memperoleh uangku sendiri. Uang kami masing-masing berada dalam akun bank berbeda namun kami saling tahu berapa gaji yang kami miliki dan berapa jumlah tabungan yang kami miliki. Untuk pengeluaran rumah tangga, kami pun membaginya walaupun untuk saat ini suami menanggung 100% pengeluaran rumah tangga kami, namun nanti jika aku sudah berpenghasilan cukup, kami akan menerapkan sistem persenan, bukan 50% - 50% namun tergantung dari jumlah gaji masing-masing. Yang memiliki gaji terbesar otomatis mendapat persentase pembayaran yang lebih banyak. Rumit memang, sangat rumit. Namun hal ini belum berjalan, tentunya nanti jika memang terlalu rumit, kami pasti memikirkan jalan keluar bersama yang lebih mudah. Aku dan suami untungnya adalah tipe yang sama-sama pintar mengelola keuangan. Jadi menurutku, jika kamu dan pasanganmu sama-sama pintar mengelola keuangan, mengapa tidak mengelola uang masing2 dengan prioritas yang sama?


Rumah: Nanti akan menetap dimana?


Harapan tiap orang setelah menikah adalah memiliki rasa aman dan nyaman, entah dalam bentuk bebas finansial ataupun menetap di suatu tempat dan menua bersama. Namum perlu di pikirkan bahwa keinginan seseorang berbeda-beda. Oleh karena itu, hal ini termasuk hal yang penting untuk dibicarakan. Tidak semua orang ingin menetap langsung setelah menikah. Mungkin ada yang ingin berpindah-pindah untuk mencoba berbagai hal sebelum akhirnya memutuskan untuk menetap. Ada juga yang ingin langsung menetap dan tidak kepikiran untuk berpindah-pindah.


Selain itu dimanakan nanti kalian tinggal? Apakah kalian ingin membeli rumah, menyewa, ataukah tinggal bersama keluarga. Bagi aku pribadi, memang lebih ideal bagi pasangan untuk tinggal berdua tanpa adanya campur tangan keluarga, namun mungkin ada juga yang memang harus mengurus orang tuanya sehingga mereka tinggal bersama. Tidak masalah asalkan kehidupan kalian tidak tercampur aduk, orang tua dan pasangan suami istri ada batasnya masing-masing, jangan sampai orang tua ikut campur dalam permasalahan rumah tangga kalian yang malah memperumit kalian untuk rujuk.


Jika kalian memutuskan untuk kredit rumah, jangn lupa untuk memikirkan keuangan kalian, apakah pekerjaan kalian sudah mapan dan aman. Apakah ada uang darurat dan tabungan setelah dipakai untuk kredit rumah? Apakah ada beban lain selain kredit rumah? Apakah prioritas kalian? Tidak semua orang bisa memiliki banyak prioritas misalnya cicil rumah dan cicil mobil dalam waktu yang bersamaan, kalian harus membuat top list prioritas mana yang harus didahulukan.


Poin ini juga berkaitan dengan poin finansial. Ini lah mengapa matematika merupakan ilmu wajib yang harus dipelajari tiap orang. Siapa bilang ilmu matematika tidak terpakai? Dalam kehidupan rumah tangga, hitung berhitung juga tidak bisa dianggap remeh. Sebelum kalian memutuskan untuk kredit, kalian harus mempersiapkan dulu tabungan yang cukup kalau-kalau kalian tidak mampu membiayain kredit kalian. Menurutku, kalau bisa jangan sampai kredit. Kalau mampu beli tunai, beli lah secara tunai. Jika memang bukan prioritas, mungkin uangnya bisa ditabung atau di investasikan untuk hal lain dulu.


Keturunan: Mau punya anak berapa?


Banyak anak banyak rezeki, apakah benar? Tidak ada yang tahu dan tidak ada yang dapat membuktikan 100% teori itu benar. Anak itu bukan soal banyak-banyakan. Tidak punya pun tidak apa-apa. Banyak orang yang beranggapan kalau sudah menikah, anak adalah kewajiban. Lucunya alasan kenapa anak adalah kewajiban adalah supaya nanti tua tidak kesepian. Lucu. Anak itu bukanlah investasi, yang sengaja dibuat untuk kemapanan sendiri di masa depan.


Tidak semua orang ingin mempunyai anak, jadi jangan pernah beranggapan bahwa mempunyai anak adalah suatu kewajiban seluruh wanita didunia. Tidak. Anak bukanlah suatu kesempurnaan hidup. Anak adalah sebuah tanggung jawab, yang kalau memang tidak mau dan tidak siap, tidak usah dibuat.


Memang kedengarannya sangat kasar, namun pada kenyataanya memang seperti itu. Banyak sekali orang-orang yang tidak bertanggung jawab, mau enaknya saja, anak lahir, tidak di nafkahi dan dididik dengan baik.


Selain itu memaksakan jumlah dan gender anak juga hal yang wajar sepertinya di Indonesia, harus punya anak laki-laki. Harus punya anak lima, haru punya perempuan dan laki-laki. Lucu sekali ternyata pemikiran tentang anak seperti membeli koleksi baju, harus punya berbagai warna dan jumlah.


Pasangan laki-laki dan perempuan wajib membicarakan hal ini sebelum menikah, kalian harus berdiskusi, berapa anak yang kalian mau miliki? Apakah kalian siap memiliki anak? Di umur berapa kalian akan memiliki anak? Apakah ada kemungkinan adopsi?


Aku tahu menunda anak terkadang dinilai tabu oleh masyarakat kelas bawah Indonesia, namun jika memang tidak siap, mengapa dipaksakan? Tidak ada kewajiban untuk memiliki ketrurunan setelah menikah. Diskusikan juga kontrasepsi apa yang terbaik buat kalian berdua. Kontrasepsi bukan cuma beban seorang wanita, pasangannya juga ikut bertanggung jawab.



Sekian dulu tulisanku kali ini. Semoga bermanfaat untuk kalian yang memutuskan untuk menikah. Ini adalah sebagian dari hal-hal besar lainnya yang perlu di bicarakan. Diskusilah sebanyak mungkin sebelum kalian memutuskan untuk menikah walaupun sekecil berdiskusi tentang makan malam pakai beras putih ataupun beras merah.



1 comment:

  1. Aaa pre marital talk yaa, makasih banget Ngel sharingnya. Setuju banget sih walaupun aku juga belum mengalami, tapi hal-hal yang kayak gini emang perlu banget sih sebelum menikah. Perlu banget untuk mengenal pasangan, biar ngga syok setelah menikah, karna beberapa pengalaman teman2ku sih ga sedikit yang mengalami penyesalan karna belum mempersiapkan kehidupan pernikahan dengan baik.

    Stay healthy Angel dan suamiiii
    Aseliii kangennnn

    ReplyDelete